Pengertian Anemia
Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar
haemoglobin, hematokrit dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal,
sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsure makanan yang
esensial (Arisman, 2004). Anemia adalah suatu keadaan berkurangnya hingga
dibawah normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin,dan volume
hematokrit per 100 ml darah (Price, 2005).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Sudoyo, dkk., 2006). Anemia defisiensi besi merupakan penyakit
darah yang paling sering pada bayi dan anak, serta wanita hamil. Secara
sederhana dapatlah dikatakan bahwa, defisiensi besi dapat terjadi bila jumlah
yang diserap untuk memenuhi kebutuhan tubuh terlalu sedikit, ketidak cukupan
besi ini dapat diakibatkan oleh kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya zat
besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi. Hal tersebut jika
berlangsung lama, maka defisiensi zat besi akan menimbulkan anemia (Permono,
dkk., 2005).
Selain dibutuhkan untuk pembentukan
hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen, zat besi
juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif,
sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya
membutuhkan ion besi. Kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan
konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas kerja serta meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas bagi janin dan ibu (Mansjoer, 2005).
Anemia defisiensi besi merupakan anemia
yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropik atau
negara-negara dunia ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf
sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang
memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang
cukup serius.
Tabel
2.1 Batas Normal Kadar Hb menurut Umur dan Jenis Kelamin
Kelompok
|
Umur (tahun)
|
Hemoglobin
(g/dL)
|
Anak
|
0,5 – 6
|
11
|
|
6 -14
|
12
|
Dewasa:
|
||
Laki-laki
|
> 14
|
13
|
Wanita
|
> 14
|
12
|
Wanita hamil
|
-
|
11
|
Sumber
: Almatsier, 2004.
b.
Penyebab Anemia
Anemia dapat disebabkan oleh karena
rendahnya masukan besi, gangguan asorbsi, serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun :
1)
Kehilangan besi sebagai akibat
perdarahan menahun dapat berasal dari :
a)
Saluran cerna, terjadi akibat dari tukak
peptik, pemakaian salisilat, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis,
hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b)
Saluran genitalia perempuan, menorrhagia
atau metrorhagia.
c)
Saluran kemih, hematuria.
d)
Saluran napas, hemoptoe.
2)
Faktor nutrisi, akibat kurangnya jumlah
besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) yang tidak
baik (makanan banyak serat, rendah vitamin c, dan rendah daging).
3)
Kebutuhan besi meningkat, seperti pada
prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
4)
Gangguan absorbsi besi, gastrektomi,
tropical sprue atau kolitis kronik.
Penyebab langsung, banyak berpantang
makanan tertentu selagi hamil dapat memperburuk keadaan anemia gizi besi,
biasanya ibu hamil enggan makan daging, ikan hati, atau pangan hewani lainnya
dengan alasan yang tidak rasional. Selain karena adanya pantangan tehadap
makanan hewani faktor ekonomi merupakan penyebab pola konsumsi masyarakat
kurang baik, tidak semua masyarakat dapat mengkonsumsi lauk hewani dalam setipa
kali makan. Padahal pangan hewani merupakan sumber zat besi yang tinggi
absorbsinya (Waryono 2010).
Kekurangan besi dalam tubuh tersebut
disebabkan karena kekurangan konsumsi makanan kaya besi, terutama yang berasal
dari sumber hewani, kekurangan besi karena kebutuhan yang meningkat seperti
pada kehamilan, masa tumbuh kembang serta pada penyakit infeksi (malaria dan
penyakit krinis laiinya misalnya TBC), kehilangan besi yang berlebihan pada
perdarahan termasuk haid yang berlebihan, sering melahirakan dan pada infestasi
cacing, ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh akan besi dibandungkan dengan
penyerapan makanan (Waryono 2010). Faktor penyebab lainya adanya penghambat zat
besi dalam tubuh seperti teh, susu, dan kopi sehingga dapat menurunkan kadar
zata besi yang terserap dalam tubuh (Depkes RI, 2001)
Klasifikasi anemia berdasarkan
penyebabnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu:
1)
Anemia karena hilangnya sel darah merah,
tejadi akibat perdarahan karena
berbagai sebab seperti perlukaan, perdarahan uterus, perdarahan hidung,
perdarahan akibat operasi.
2)
Anemia karena menurunnya produksi sel
darah merah, dapat disebabkan karena kekurangan unsur penyusun sel darah merah,
gangguan fungsi sumsum tulang.
3)
Anemia karena meningkatnya
destruksi/kerusakan sel darah merah (Tarwoto dan Wasnidar 2007).
c.
Gejala Klinik Anemia
Ada banyak gejala dari anemia, setiap
individu tidak akan mengalami seluruh gejala dan apabila anemianya sangat
ringan, gejalanya mungkin tidak tampak. Beberapa gejalanya antara lain, warna
kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas
pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun, sakit kepala (biasanya
bagian frontal).
Salah satu gejala aneh yang cukup
karakteristik untuk defisiensi zat besi adalah Pica, dimana pasien memiliki
keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap bahan seperti tepung (amilofagia),
es (pagofagia), dan tanah liat (geofagia). Beberapa dari bahan
ini, misalnya tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada saluran makanan,
sehingga memperburuk defisiensi. Konsekuensi yang menyedihkan adalah
meningkatnya absorpsi timbal oleh usus halus sehingga dapat timbul toksisitas
timbal disebabkan paling sedikit sebagian karena gangguan sintesis heme dalam
jaringan saraf, proses yang didukung oleh defisiensi zat besi.
d.
Dampak atau akibat anemia
Proses kekurangan besi sampai terjadi
anemia melalui beberapa tahap. Awalnya terjadi penurunan cadangan besi. Bila
belum juga dipenuhi dengan masukan besi, maka lama-kelamaan akan timbul gejala
anemia disertai penurunan kadar Hb.
Pada remaja yang menderita anemia dapat
mengalami gangguan pertumbuhan yang optimal dan menjadi kurang cerdas (Depkes
RI, 1996). Remaja putri yang menderita anemia dapat mengalami gangguan pertumbuhan,
penurunan daya konsentrasi belajar, kurang bersemangat dalam beraktivitas
karena cepat merasa lelah. Defisiensi besi dapat mempengaruhi pemusatan
perhatian, kecerdasan dan prestasi belajar di sekolah (Almatsier, 2001).
Anemia yang berlanjut semakin parah akan
mempengaruhi struktur dan fungsi jaringan epitel, terutama lidah, kuku, mulut,
dan lambung. Kuku semakin menipis dan lama kelamaan akan terjadi koilonychia
(kuku berbentuk sendok). Mulut terasa panas dan terbakar, serta pada kasus
yang parah terlihat licin seperti lilin. Timbul rasa sakit pada tenggorokkan
waktu menelan makanan dan selaput mata nampak pucat. Lambung mengalami
kerusakan, yang pada akhirnya akan memperberat anemia. Anemia yang terus
berlanjut dan tidak ditangani akan mengakibatkan perubahan kardiovaskuler
dan pernafasan yang dapat berakhir pada gagal jantung (Haryati, 2004).
Akibat jangka panjang dari anemia pada
remaja putri adalah apabila remaja putri nantinya hamil, maka ia tidak akan
mampu memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi dirinya dan juga janin dalam
kandungannya. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada
kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat
badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Perdarahan
antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan
lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir
kehilangan darah. Anemia gizi besi dapat menyebabkan gangguan pada masa nifas
yang mempengaruhi subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres
kurang, produksi ASI rendah. Gangguan pada janin diantaranya abortus, dismaturitas,
mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain (Depkes RI, 2002).
No comments:
Post a Comment