A.
Definisi
Kehamilan
ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang wanita yang dapat
menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut. Keadaan gawat ini dapat
menyebabkan suatu kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu
merupakan peristiwa yang sering dihadapi oleh setiap dokter, dengan gambaran
klinik yang sangat beragam. Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap
wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang
disertai dengan nyeri perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik
terganggu.
Berbagai
macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami para wanita yang telah
menikah. Namun, dengan proses pengobatan yang dilakukan oleh dokter saat ini
bisa meminimalisir berbagai macam penyakit tersebut. Kehamilan ektopik
diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim
yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan
ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada corpus uteri. Jika dibiarkan, kehamilan
ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berakhir dengan
kematian.
Istilah
kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih
banyak dipakai. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang terbanyak terjadi di
daerah tuba, khususnya di ampulla dan isthmus. Pada kasus yang jarang,
kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur dari indung
telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya.
Istilah
ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi
abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut
maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
B. Insiden
Sebagian
besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20–40 tahun dengan
umur rata-rata 30 tahun. Namun, frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya
sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak selalu
jelas.
C.
Etiologi
Kehamilan
ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari indung telur
(ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor resiko yang
diperkirakan sebagai penyebabnya adalah (3,4,6) :
1.
Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur.
2.
Riwayat operasi tuba.
3.
Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang.
4.
Kehamilan ektopik sebelumnya.
5.
Aborsi tuba dan pemakaian IUD.
6.
Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom.
7.
Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan-perubahan
pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke
uterus terlambat.
8.
Operasi plastik pada tuba.
9.
Abortus buatan.
D. Patofisiologi
Prinsip
patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi
dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam
tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu.
Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
1. Kemungkinan “tubal
abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan
ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah
yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu
banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
2. Kemungkinan ruptur dinding
tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba.
3. Faktor abortus ke dalam
lumen tuba.
Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum
berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini
akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga
banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.
E. Manifestasi Klinik
Gejala
dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari perdarahan yang
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak
jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada
lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya
kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum
hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik
terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak
dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang
samar-samar sehingga sulit untuk membuat diagnosanya.
F.
Diagnosis
1. Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda,
dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri
bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang
terkumpul dalam peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik
a) Didapatkan rahim yang juga
membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
b) Adanya tanda-tanda syok
hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen
akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding
abdomen.
c) Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan,
nyeri pada uteris kanan dan kiri.
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium : Hb,
Leukosit, urine B-hCG (+).
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah
merah dapat meningkat.
b) USG :
Ø Tidak ada kantung kehamilan
dalam kavum uteri
Ø Adanya kantung kehamilan di
luar kavum uteri
Ø Adanya massa komplek di
rongga panggul
4.
Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglas ada darah.
5.
Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
6.
Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus.
G.
Penanganan
Penanganan
kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan
selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi
sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam
rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa
hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu,
keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil
ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba
yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG
(kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih
adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan
pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau
dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa
darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih
cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit.
H.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik
terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang,
Ini merupakan indikasi:
·
operasi.
·
Infeksi
·
Sterilitas
·
Pecahnya tuba falopii
·
Komplikasi juga tergantung dari
lokasi tumbuh berkembangnya embrio
I. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%.
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%.
No comments:
Post a Comment