Tuesday, July 31, 2012

Rawat Gabung Setelah Persalinan


2.    Rawat Gabung
a.       Pengertian Rawat Gabung
Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama dalam sebuah ruang selama 24 jam penuh. Istilah rawat gabung parsial yang dahulu banyak dianut seperti hanya dilakukan pada siang hari sedangkan pada malam harinya bayi dirawat di kamar bayi, sudah tidak dibenarkan lagi (Prawirohardjo, 2008).
Banyak fasilitas kesehatan yang merawat ibu bersalin belum melaksanakan program rawat gabung. Berbagai alasan di ajukan antara lain:
1)      Rasa kasihan karena ibu masih lelah habis melahirkan sehingga perlu istirahat
2)      Ibu belum dapat merawat bayinya sendiri
3)      Kekhawatiran bahwa pada jam kunjungan bayi tertular penyakit yang dibawa oleh pengunjung
4)      Fasilitas kesehatan ingin memberikan pelayanan sebaik-baiknya sehingga ibu bisa beristirahat
Hal ini tidak perlu terjadi apabila ibu dan petugas kesehatan mengerti akan keuntungan dari rawat gabung.
b.      Manfaat Rawat Gabung
Kontak dini antara ibu dan bayi yang telah dibina sejak dari kamar bersalin seharusnya tetap dipertahankan dengan merawat bayi bersama ibunya (rawat gabung). Keuntungan rawat gabung antara lain adalah:
1)      Aspek Psikologis
Dengan rawat gabung antara ibu dan bayi akan terjalin proses lekat (bonding). Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan psikologis bayi selanjutnya. Kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak diperlukan oleh bayi. Rasa aman, terlindung, dan percaya pada orang lain (basic trust) merupakan dasar terbentuknya rasa percaya diri pada bayi. Ibu akan merasa bangga karena dapat memberikan yang terbaik bagi bayinya.
2)      Aspek Fisik
Dengan rawat gabung, ibu dengan mudah menyusui kapan saja bayi menginginkannya. Dengan demikian, ASI juga akan cepat keluar.
3)      Aspek Fisiologis
Dengan rawat gabung, bayi dapat disusui dengan frekuensi yang lebih sering dan menimbulkan refleks prolaktin yang memacu proses produksi ASI dan refleks oksitosin yang membantu pengeluaran ASI dan mempercepat involusi rahim. Pemberian ASI eksklusif dapat juga dipergunakan sebagai metode keluarga berencana (metode amenorea laktasi) asal memenuhi syarat yaitu usia bayi belum berusia 6 bulan, ibu belum haid lagi, dan bayi masih diberikan ASI secara eksklusif.
4)      Aspek Edukatif
Dengan rawat gabung ibu, terutama yang primipara, akan mempunyai pengalaman menyusui dan merawat bayinya. Juga memberi kesempatan bagi perawat untuk tugas penyuluhan, antara lain posisi dan perlekatan bayi untuk menyusui dan tanda-tanda bahaya pada bayi. Ibu juga segera dapat mengenali perubahan fisik atau perilaku bayi dan menanyakan pada petugas hal-hal yang dianggap tidak wajar. Sarana ini juga dapat dipakai sebagai sarana pendidikan bagi keluarga.
5)      Aspek Medis
Dengan rawat gabung, ibu merawat bayinya sendiri. Bayi juga tidak terpapar dengan banyak petugas sehingga infeksi nosokomial dapat dicegah. Di samping itu, kolostrum yang banyak mengandung berbagai zat protektif akan cepat keluar dan memberikan daya tahan bagi bayi.
6)      Aspek Ekonomi
Dengan rawat gabung, pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin sehingga anggaran pengeluaran untuk membeli susu formula dan peralatan untuk membuatnya dapat dihemat. Ruang bayi tidak perlu ada dan ruang dapat digunakan untuk hal yang lain. Lama rawat juga bisa dikurangi sehingga pergantian pasien bisa lebih cepat (Prawirohardjo, 2008).
c.         Pemberian ASI dan Rawat Gabung
Pemberian ASI segera dan selama dua tahun dapat meningkatkan kesehatan dan tumbuh kembang bayi. Dengan demikian gagasan lama rawat gabung dihidupkan kembali, di mana ibu dan bayi dirawat dalam satu ruagan perawatan. Rawat gabung memberikan dampak yang menggantungkan untuk perkembangan kejiwaan ibu maupun anak.
Meningkatnya perjuangan hak-hak asasi wanita dalam meniti karier untuk bekerja di luar rumah, sampai pada titik kritis dengan meninggalkan tugas utamanya untuk memberikan ASI dan menggantikan dengan susu botol (formula). Disamping itu propaganda susu formula demikian gencarnya sehingga mereka yang merasa diri mampu dan terpelajar, merasa makin meningkat kedudukannya bila dapat menggantikan ASI-nya dengan susu formula. Rumah sakit pun ikut memisahkan perawatan ibu dan bayi.
Kecenderungan telah mencapai titik yang sangat rawan sehingga pemerintah mengambil sikap untuk dapat mengembalikan fungsi hakiki wanita untuk dapat memberikan ASI. Ketetapan tersebut diikuti upaya mengembalikan fungsi wanita untuk dapat memberikan ASI tanpa menghalangi kesempatan sebagai wanita karir. Dilingkungan rumah sakit dan rumah bersalin, sistem perawatan dalam satu ruangan (rawat gabung) difungsikan kembali. Ternyata sistem rawat gabung tersebut menggantungkan karena dapat meningkatkan pembentukan kejiwaan anak yang menjadi dasar utama kualitas sumber daya manusia (Manuaba, dkk. 2002).

Pelaksanaan Rawat Gabung


a.       Pelaksanaan Rawat Gabung
Dalam rawat gabung, bayi ditempatkan bersama ibunya dalam suatu ruangan sedemikian rupa sehingga ibu dapat melihat dan menjangkaunya kapan saja. Bayi dapat diletakkan di tempat tidur bersama ibunya atau dalam boks di samping tempat tidur ibu, yang terpenting adalah ibu harus melihat dan mengawasi bayinya, saat bayinya menangis karena lapar, kencing, atau digigit nyamuk. Tangis bayi merupakan rangsangan sendiri bagi ibu untuk memproduksi ASI (Dewi, 2010).
Kamar bayi atau rawat Gabung Di masa kini yaitu, ibu bersalin boleh menentukan apakah ingin dirawat gabung (rooming in) bersama bayi mereka yang baru dilahirkan atau tidak. Baik perawatan gabung maupun perawatan terpisah memiliki kelebihan masing-masing.
Bayi yang dirawat di ruangan terpisah memungkinkan ibu beristirahat optimal. Dengan rawat gabung, ibu dapat dengan mudah memantau bayinya. Perawatan gabung pun memungkinkan ibu menyesuaikan diri dengan bayinya, melihat tingkah laku bayi, dan belajar menafsirkan kebutuhan bayi dengan bimbingan perawatan berpengalaman. Selain itu, perawatan gabung dapat mengurangi bahaya penularan penyakit antar bayi. Paling penting dari semua itu, rawat gabung memudahkan ibu menyusui bayi setiap saat diperlukan.
Adakalanya dokter tidak menganjurkan rawat gabung jika salah satu, baik ibu atau bayi, tampak sakit, misalnya setelah operasi caesar atau kelahiran bayi prematur. Bayi yang memiliki kelainan dan memerlukan bantuan peralatan medis lengkap pun biasanya tidak dianjurkan dirawat gabung (Danuatmaja, 2003).  
b.      Manfaat Pemberian Asi.
merupakan makanan utama dan alami yang sangat bermanfaat bagi bayi, yang akan membantunnya tumbuh kembang secara optimal selain itu pemberian asi juga memberi manfaat pada ibu dan keluargannya.Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa spek yaitu aspek gizi,aspek imunologik, aspek psikologik, aspek kecerdasan, aspek neurologist, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan.

1.      Aspek gizi.
Manfaat kolostrum :
a.      Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.
b.   Jumlah kolostrum berfariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada bayi.
c.     Kolosrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohigdrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.
d.   Mambantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwana hiotam kehijauna (Sujiyatini, 2010).
2.      Bounding Attachment
Yang dimaksud dengan bounding attachment adalah sentuhan awal / kontak kulit antara ibu dan bayi pada menit-menit pertama sampai beberapa jam setelah kelahiran bayi. Dalam hal ini, kontak ibu dan ayah akan menentukan tumbuh kembang anak menjadi optimal. Pada proses ini, terjadi penggabungan berdasarkan cinta dan penerimaan yang tulus dari orang tua terhadap anaknya dan memberikan dukungan asuhan dalam perawatanya. Kebutuhan untuk menyentuh dan disentuh adalah kunci dari insting primata. Bayi mempelajari lingkungan dengan membedakan sentuhan dan pengalaman antara benda yang lembut dan yang keras, sama halnya dengan membedakan suhu panas dan dingin (Sulistyawati, 2009).  

Persalinan


a.         Pengertian Persalinan
       Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan keluarga. Peranan ibu adalah melahirkan bayinya, sedangkan peranan keluarga adalah memberikan bantuan dan dukungan pada ibu ketika terjadi proses persalinan. Dalam hal ini peranan petugas kesehatan tidak kalah penting dalam memberikan bantuan dan dukungan pada ibu agar seluruh rangkaian proses persalinan berlangsung dengan aman baik bagi ibu maupun bagi bayi yang dilahirkan.
              Beberapa istilah yang berkaitan dengan persalinan sebagai berikut.
1)        Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya servik, dan janin turun kejalan lahir.
2)        Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir.
     Dengan demikian bisa dikatakan bahwa persalinan (labor) adalah rangkaian peristiwa mulai dari kenceng-kenceng teratur sampai dikeluarkannya produk konsepsi (janin, plasenta, ketuban, dan cairan ketuban) dari uterus ke dunia luar melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau dengan kekuatan sendiri.
3)        Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang pernah dilahirkan, hidup maupun mati, bila berat badan tidak diketahui, maka dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu.
4)        Delivery (kelahiran) adalah peristiwa keluarnya janin termasuk plasenta.
5)        Gravida (kehamilan) adalah jumlah kehamilan termasuk abortus, molahidatidosa dan kehamilan ektopik yang pernah dialami oleh ibu.
6)        Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam waktu 18-24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
7)        Spontan adalah persalinan terjadi karena dorongan kontraksi uterus dan kekuatan mengejan ibu.
b.         Sebab –sebab Mulainya Persalinan
       Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulainnya kekuatan his.
       Hormon-hormon yang dominan pada saat kehamilan yaitu :
1.        Estrogen
       Berfungsi untuk meningkatkan sensitifitas otot rahim dan memudahkan penerimaan rangsangan seperti oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.
2.        Progesteron
       Berfungsi menurunkan sensitifitas otot rahim, menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.
          Pada kehamilan kedua hornan tersebut berada dalam keadaan yang seimbang, sehingga kehamilan bisa di pertahankan. Perubahan keseimnbangn kedua hormon tersebut Menyebabkan oksitosin yang dikeluargan oleh hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks. Kontraksi ini akan menjadi kekuatan yang dominan pada saat persalinan di mulai, Oleh karena itu makin tua kehamilan maka frekuenai kontraksi makin sering. Oksitosin diduga bekerja bersama atau memulai prostaglandin yang makin meningkat mulai dari umur kehamilan minggu ke-15 sampai aterm lebih-lebih sewaktu partus/persalinan. Disampaikan faktor gizi ibu hamil dan kerenggangan otot rahim dapat memberikan pengaruh penting untuk memulainya kontraksi rahim (Sumarah, 2009).  

Definisi Nifas


1.      Definisi
               Masa nifas atau puerperium adalah dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Hadijono,2008:356). Periode pascapartum (puerperium) ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak,2004:492). Post partum (nifas) secara harafiah adalah sebagai masa persalinan dan segera setelah kelahiran, masa pada waktu saluran reproduktif kembali ke keadaan semula (tidak hamil). (William,1995). Puerperium / nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama ± 6 minggu (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,2002).

2.      Klasifikasi
Masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu :
a.       Puerperium dini adalah kondisi kepulihan dimana seorang ibu sudah diperbolehkan berdiri dan berjalan
b.      Puerperium Intermedial adalah kondisi kepulihan organ genital secara menyeluruh dengan lama ± 6-8 minggu
c.       Remote Puerperium waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila saat hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Waktu yang diperlukan untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan ataupun tahunan.

3.      Gejala Klinis (Fisiologi Nifas)
               Pada masa puerperium atau nifas tampak perubahan dari alat – alat / organ reproduksi yaitu :

Sistem Reproduksi
a.       Uterus
         Proses kembalinya uterus keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Secara berangsur-angsur, kondisi uterus akan membaik dengan pengecilan ukuran (involusi) dari uterus itu sendiri. Adapun tinggi fundus uteri (TFU) post partum menurut masa involusi :

Tabel 1. TFU menurut masa involusi
INVOLUSI
TFU
BERAT UTERUS
Bayi lahir
Setinggi pusat
1000 gram
Placenta lahir
± 2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis
± 1000 gram
1 minggu
Pertengahan  antara umbilikus dan simfisis pubis
500 gram
2 minggu
Tidak teraba di atas simfisis
350 gram
6 minggu
Bertambah kecil
50-60 gram


                                                                             (Bobak,2004:493)

            Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hiperplasia (peningkatan jumlah sel-sel otot), hipertropi, pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
            Subinvolusi ialah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling sering adalah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi. (Bobak.2004:493)



KONTRAKSI :
            Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir. Selama 1 samapi 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin secara IV atau IM diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
(Bobak.2004:493)

REGENERASI ENDOMETRIUM
Ø  Dalam 2 atau 3 hari kelahiran, desidua yang tertinggal di uterus berdiferensiasi menjadi 2 lapisan.
Ø  Lapisan superfisial menjadi nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka dan terkelupasnya bersama lokhia.
Ø  Proses penyembuhan yang unik ini yang memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi dan plasentasi untuk kehamilan yang akan datang.

INVOLUSI TEMPAT PLASENTA
Ø  Ekstrusi lengkap tempat plasenta memerlukan waktu sampai 6 minggu.
Ø  Jika proses ini terganggu mungkin akan terjadi pendarahan post partum.
Ø   Ukuran bekas tempat plasenta segera setelah lahir kira-kira sebesar telapak tangan, akhir minggu ke 2 berdiameter 2-4 cm.                                        

b.      Vagina dan Perineum
Vagina dan pintu keluar vagina membentuk lorong luas dan secara perlahan mengecil tetapi jarang kembali ke ukuran nulipara. Pada post partum terdapat lochia yaitu cairan/sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina. Macam – macam lochia :
§  Lochia rubra: berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, terjadi selama 2 hari pasca persalinan
§  Lochia Sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, terjadi hari ke 3 – 7 pasca persalinan
§  Lochia serosa: Keluar cairan tidak berisi darah berwarna kuning. Terjadi hari ke 7 – 14 hari pasca persalinan
§  Lochia alba: Cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan

Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Proses penyembuhan luka episiotomi sama dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak, atau rabas) atau tepian insisi tidak saling melekat bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam dua sampai tiga minggu. Hemoroid biasanya akan terlihat pada ibu yang memiliki riwayat hemoroid dan karena mengedan terlalu kuat.


c.       Payudara
·         Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil estrogen, progesteron, human chrorionic gonadotropin, prolaktin, kortisol, dan insulin. Pada masa nifas akan timbul masa laktasi akibat pengaruh hormon laktogen (prolaktin) terhadap kelenjar payudara. Kolostrum diproduksi mulai di akhir masa kehamilan sampai hari ke 3-5 post partum dimana kolostrum mengandung lebih banyak protein dan mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Produksi ASI akan meningkat saat bayi menetek pada ibunya karena menetek merupakan suatu rangsangan terhadap peningkatan produksi ASI. Makin sering menetek, maka ASI akan makin banyak diproduksi. Perubahan yang terjadi pada payudara meliputi :
v  Proliferasi jaringan kelenjar mamma dan lemak
v  Pengeluaran kolustrum yang berwarna kuning, mengandung banyak protein albumin dan globulin yang baik untuk meningkatkan sistem imunitasi bayi
v  Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam mamma

d.      Serviks
         Serviks segera setelah kala III, serviks dan segmen bawah uterus menjadi struktur tipis, kolaps, dan kendur. Mulut serviks mengecil perlahan-lahan sampai pada akhir minggu pertama sulit untuk dimasukkan satu jari.

Sistem Pencernaan
a.       Nafsu Makan
               Ibu biasanya lapar segera melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan ringan. Setelah benar-benar pulih analgesia, anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah biasa dikonsumsi diserta konsumsi camilan yang sering ditemukan.

b.      Motilitas
               Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan ansthesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.

c.       Defekasi
               Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defeksi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat episiotomi, laserasi, hemorid. Kebiasan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal (Bobak.2004:498)

Sistem Perkemihan
a.       Uretra dan kandung kemih
         Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemis dan edema, seringkali diserti daerah-daerah kecil hemoragi. Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui kateter sering menunjukkan adaya trauma pada kandung kemih. Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema.
         Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir dan efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomi penurunan atau mengubah reflex berkemih, penurunan berkemih, seiring diuresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dpat menyebabkan pendarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam 5 sampai 7 hari setelah bayi lahir. (Bobak.2004:498)

Sistem Integumen
         Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit yang meregang pada payudara,abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh dara seperti spider angioma (nevi), eritema palmar biasanya berkurang sebagai respon terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan berakhir. Diaforesis adalah perubahan yang paling jelas terlihat pada sistem integumen.

Abdomen
         Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomen akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Dalam dua minggu setelah melahirkan, dinding abdomen wanita itu akan rileks. Diperlukan sekitar enam minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil. Kulit memperoleh kembali elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil stria menetap. Pada keadaan tertentu dengan atau tanpa ketegangan yang berlebihan seperti bayi besar, atau hamil kembar, otot-otot dinding abdomen memisah, suatu keadaan yang dinamai diastasis rekti abdominis.

Sistem endokrin
*      Hormon Plasenta
HCg (-) pada minggu ke-3 post partum. Progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.
*      Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama. Menurun sampai tidak ada. Pada ibu tidak menyusui FSH, LH tidak ditemukan pada minggu pertama post partum.

 Sistem Kardiovaskular
a.       TTV
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum dan terjadi bradikardi (50-70 x/mnt) tanpa keluhan, terjadi takikardia jika postpartum lama.

b.      Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu. Biasanya darah menurun pada persalinan normal : 200-500 cc dan secaria 600-800cc.

c.       Komponen darah
Hemoglobin, eritrosit normal, leukosit : 1500-3000, trombosit meningkat jika emboli.

d.      Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.

Sistem respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR 16-24 x/mnt, keseimbangan asam basa kembali setelah 3 minggu.

Pemeriksaan penunjang
1.Darah lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, trombosit )
2.Urine lengkap

  N.,;,;l,

Monday, July 30, 2012

Komplikasi Nifas


KOMPLIKASI NIFAS
1.      Pembengkakan payudara
2.      Mastitis (peradangan pada payudara)
3.      Endometritis (peradangan pada endometrium)
4.      Post partum blues
   Wanita mengalami gangguan mood, puncaknya pada hari ke -5 dan berakhir pada hari ke 14. Ibu merasa down, mudah menangis tanpa alasan yang jelas, ibu merasa kelalahan, konsentrasi rendah, merasa kehilangan, sedih, dan terkadang merasa bermusuhan dengan suaminya.
5.      Infeksi puerperalis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri, kemerahan pada jaringan terinfeksi atau pengeluran cairan berbau dari jalan lahir selam persalinan atau sesudah persalinan.

PENATALAKSANAAN MEDIS
1.      Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
2.      6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri
3.      Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.
4.      Hari ke- 2 : mulai latihan duduk
5.      Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan





A.          KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN
1.      Pengkajian
a.       Identitas
Meliputi identitas klien, yang terdiri dari nama, umur, alamat, status perkawinan. Terdapat juga identitas penanggung, misal suami.

b.      Status Kesehatan Saat Ini
Meliputi keluhan saat MRS dan keluhan utama saat ini.

c.       Riwayat Obstetri
§  Riwayat menstruasi
§  Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu

d.      Riwayat Persalinan dan Kelahiran Saat Ini
§  Tipe persalinan
§  Lama persalinan (kala I, kala II, kala III, kala IV)
§  Penggunaan analgesik dan anastesi
§  Apakah terdapat masalah dalam persalinan.
§  Kesanggupan dan pengetahuan dalam perawatan bayi, seperti breast care, perineal care, nutrisi, senam nifas, KB, menyusui

e.       Keadaan Bayi
Meliputi BB, PB, apakah ada kelainan atau tidak.

f.       Riwayat Keluarga Berencana
Apakah klien melaksanakan KB, Bila ya, jenis kontrasepsi apa yang digunakan,  sudah berapa lama menggunakan kontrasepsi.

Gejala, Prognosis BBLR


A.    GEJALA KLINIS

Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut:
1.      Berat badan lahir < 2500 gram, panjang badan £ 45 Cm, lingkar dada < 30 Cm, lingkar kepala < 33 Cm.
2.      Masa gestasi < 37 minggu (Merenstein, 2002).
3.      Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif lebih besar dari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit, osifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik sehingga tungkai abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
4.      Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna (Wong, 2004).
Gangguan yang mungkin terjadi pada bayi BBLR antara lain (Kliegman, 2000):
1.      Pusat pengaturan suhu tubuh yang belum matur.
2.      Sistem immunologi belum berkembang dengan baik sehingga rentan infeksi.
3.      Sistem saraf pusat belum matur menyebabkan perdarahan periventrikuler.
4.      Sistem pernafasan belum matur terutama paru-paru menyebabkan mudah terkena penyakit membran hyalin.
5.      Immaturitas hepar sehingga metabolisme bilirubin terganggu (hiperbilirubinemia).

B.     PATHWAYS
Terlampir

C.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Radiologi
a.       Foto thoraks/baby gram pada bayi baru lahir dengan usia kehamilan kurang bulan, dapat dimulai pada umur 8 jam. Gambaran foto thoraks pada bayi dengan penyakit membran hyalin karena kekurangan surfaktan berupa terdapatnya retikulogranular pada parenkim dan bronkogram udara. Pada kondisi berat hanya tampak gambaran white lung (Masjoer, dkk, 2000).
b.      USG kepala terutama pada bayi dengan usia kehamilan 35 minggu dimulai pada umur 2 hari untuk mengetahui adanya hidrosefalus atau perdarahan intrakranial dengan memvisualisasi ventrikel dan struktur otak garis tengah dengan fontanel anterior yang terbuka (Merenstein, 2002).
2.      Laboratorium
a.       Darah Rutin
1)      Hematokrit (HCT)
a)      Bayi usia 1 hari 48-69%
b)      Bayi usia 2 hari 48-75%
c)      Bayi usia 3 hari 44-72%.
2)      Hemoglobin (Hb) untuk bayi usia 1-3 hari 14,5-22,5 g/dl.
3)      Hb A > 95% dari total atau 0,95 fraksi Hb.
4)      Hb F
a)Bayi usia 1 hari 63-92%
b)      Bayi usia 5 hari 65-88%
c)Bayi usia 3 minggu 55-85%
d)     Usia 6-9 minggu 31-75%.
5)      Jumlah leukosit
a)      Bayi baru lahir 9,0-30,0 x 103  sel/mm3 ( mL)
b)      Bayi usia 1 hari/24 jam 9,4-43,0 x 103  sel/mm3 ( mL)
c)      Usia 1 bulan 5,0-19,5 x 103  sel/mm3 ( mL).
b.      Bilirubin
1)      Total (serum)
a)      Tali pusat < 2,0 mg/dl
b)      0-1 hari 8,0 mg/dl
c)      1-2 hari 12,0 mg/dl
d)     2-5 hari 16,0 mg/dl
e)      Kemudian 2,0 mg/dl.
2)      Direk (terkonjugasi)
a)      0,0-0,2 mg/dl
c.       Glukosa (8–12 jam post natal), disebut hipoglikemi bila konsentrasi glukosa plasma < 50 mg/dl.
3)      Serum
f)       Tali pusat 45-96 mg/dl
g)      Bayi baru lahir (usia 1 hari) 40-60 mg/dl
h)      Bayi usia > 1 hari 50-90 mg/dl.
d.      Analisa gas darah
1)      Tekanan parsial CO2 (PCO2) bayi baru lahir 27-40 mmHg
2)      Tekanan parsial O2 (PO2)
a)      Lahir 8-24 mmHg
b)      5-10 menit 33-75 mmHg
c)      30 menit 31-85 mmHg
d)     > 1 jam 55-80 mmHg
e)      1 hari 54-95 mmHg
f)       Kemudian (menurun sesuai usia) 83-108 mmHg.
3)      Saturasi oksigen (SaO2)
a)      Bayi baru lahir 85-90%
b)      Kemudian 95-99%.
4)      pH bayi prematur (48 jam) 7,35-7,50.
e.       Elektrolit darah (k/p)
1)      Natrium
a)      Serum atau plasma
1.1)      Bayi baru lahir 136-146 mEq/L
1.2)      Bayi 139-146 mEq/L.
b)      Urine 24 jam 40-220 mEq/L.
2)      Kalium
a)      Serum bayi baru lahir 3,0-6,0 mEq/L
b)      Plasma (heparin) 3,4-4,5 mEq/L
c)      Urine 24 jam 2,5-125 mEq/L (bervariasi sesuai diit).
3)      Klorida
a)      Serum/plasma
1.1)      Tali pusat 96-104 mEq/L
1.2)      Bayi baru lahir 97-110 mEq/L.

f.       Tes kocok/shake test
Sebaiknya dilakukan pada bayi yang berusia < 1 jam dengan mengambil cairan amnion yang tertelan di lambung dan bayi belum diberikan makanan. Cairan amnion 0,5 cc ditambah garam faal 0,5 c, kemudian ditambah 1 cc alkohol 95% dicampur dalam tabung kemudian dikocok 15 detik, setelah itu didiamkan 15 menit dengan tabung tetap berdiri.
Interpretasi hasil:
1).    (+)       : Bila terdapat gelembung-gelembung yang membentuk         cincin artinya surfaktan terdapat dalam paru dengan jumlah cukup.
2).    (-)        : Bila tidak ada gelembung atau gelembung sebanyak ½ permukaan artinya paru-paru belum matang/tidak ada surfaktan.
3).    Ragu    : Bila terdapat gelembung tapi tidak ada cincin.
Jika hasil menunjukkan ragu maka tes harus diulang.

D.    KOMPLIKASI
1.      Sindroma aspirasi mekonium (kesulitan bernafas).
2.      Hipoglikemi simtomatik.
3.      Asfiksis neonatorum
4.      Penyakit membran hialin.
5.      Hiperbilirubinemia.
6.      Sepsis neonatorum.


E.     PENATALAKSANAAN
Setelah bayi lahir dilakukan:
1.      Tindakan Umum
a.       Membersihkan jalan nafas.
b.      Mengusahakan nafas pertama dan seterusnya.
c.       Perawatan tali pusat dan mata.
2.      Tindakan Khusus
a.       Suhu tubuh dijaga pada 36,5-37,5 oC pengukuran aksila (tambah 0,5 oC pada pengukuran rektal)), pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan 35 minggu perlu perhatian ketat, bayi dengan BBL 2000 gram dirawat dalam inkubator atau dengan boks kaca menggunakan lampu.
b.      Awasi frekuensi pernafasan pada 24 jam pertama untuk mengetahui sindroma aspirasi mekonium.
c.       Setiap jam hitung frekwensi pernafasan, bila > 60x/mnt lakukan foto thoraks.
d.      Berikan oksigen sesuai dengan masalah pernafasan yang didapat.
e.       Pantau sirkulasi dengan ketat (denyut jantung, perfusi darah, tekanan darah).
f.       Awasi keseimbangan cairan.
g.      Pemberian cairan dan nutrisi bila tidak ada masalah pernafasan dan keadaan umum baik:
1)      Berikan makanan dini early feeding untuk menghindari terjadinya hipoglikemia.
2)      Periksa kadar gula darah 8–12 jam post natal.
3)      Periksa refleks hisap dan menelan.
4)      Motivasi pemberian ASI.
5)      Pemberian nutrisi intravena jika ada indikasi, nutrien yangdapat diberikan meliputi; karbohidrat, lemak, asam amino, vitamin, dan mineral.
6)      Berikan multivitamin jika minum enteral bisa diberikan secara kontinyu.
h.      Tindakan pencegahan infeksi:
1)      Cara kerja aseptik, cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi.
2)      Mencegah terlalu banyak bayi dalam satu ruangan.
3)      Melarang petugas yang menderita infeksi masuk ke tempat bayi dirawat.
4)      Pemberian antibiotik sesuai dengan pola kuan.
5)      Membatasi tindakan seminimal mungkin.
i.        Mencegah perdarahan berikan vitamin K 1 mg dalam sekali pemberian.
j.        Berikan dukungan psikologis dengan perawatan bayi lekat (Kangaroo Mother Care) bagi BBLR yang memungkinkan (tidak terpasang infus maupun mengalami masalah pernafasan), atau dengan sentuhan terapeutik dari pemberi perawatan termasuk orang tua bayi.

F.     PROGNOSIS
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi (semakin muda dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya), komplikasi yang menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler, infeksi, gangguan metabolik, dll) (Merenstein, 2002).